Mungkin engkau tak percaya. Dhuhaku adalah doaku
pengantar harimu. Seringkali ada tangis yang menitik karena memohon
padaNya untuk memudahkan urusanmu dan melapangkan rezeki untukmu hari
itu. Dalam dhuhaku, juga ada doa untuk buah hatimu agar mereka
dipahamkan ilmu dan terlindungi dari segala ketidakbaikan pada hari itu.
Dhuha-dhuhaku adalah pengiring hari-harimu dan anak-anakmu. Aku selalu
mengusahakan untuk tidak meninggalkan dhuha, salah satunya adalah agar
aku tenang karena telah menitipkan engkau kepada sebaik-baiknya Penjaga.
Itulah caraku mencintaimu.
Mungkin engkau tak percaya. Al-Qur’anmu adalah
teman setiaku. Aku menggunakannya dalam tilawah harianku. Aku selalu
pinta padaNya, setiap kali aku menggunakan Al-Quranmu, Dia berkenan
mengalirkan pahala yang tak putus untukmu yang telah membelikannya
untukku. Dalam doa sebelum dan sesudah membaca Al-Qur’an, selalu aku
baca dengan terbata sambil membayangkan wajahmu. Aku berharap doa itu
juga tersampaikan untukmu. Itulah caraku mencintaimu.
Mungkin engkau tak percaya. Aku mampu tak putus
mengirimkan Al-Fatihah ketika engkau sedang menghadapi ujian. Bahkan
ketika aku sedang terkantuk dan lelah atau memikirkan yang lain, hati
dan pikirku seolah tak berhenti membaca Al-Fatihah untukmu. Aku pun
terkejut dengan itu. Cinta ternyata memampukanku. Aku tak hanya meminta
kemudahan dan kelancaran serta pencerahan untukmu, tapi aku juga minta
yang terbaik yang diputuskan Allah untuk hasilmu. Karenanya, ketika
kegagalan yang engkau peroleh dalam pandangan manusia, aku meyakininya
bahwa itu adalah yang terbaik untukmu. Itulah caraku mencintaimu.
Mungkin engkau tak percaya. Bahwa aku tak selalu
percaya dengan kata-katamu. Aku juga tak selalu percaya
tulisan-tulisanmu. Tapi, aku percaya pada matamu. Matamu jujur. Tak bisa
berdusta. Dari tatapanmulah aku bisa mengetahui kebenaran, kesungguhan,
dan mungkin dalih buatanmu. Aku juga percaya mata batinku. Bahwa kamu
sakit. Bahwa kamu kesepian. Bahwa hatimu rapuh. Bahwa hatimu menangis.
Tapi kamu tak sudi menunjukkannya kepadaku. Kamu lebih memilih
menyakitiku dan membiarkan aku merasa tak dicintai. Kamu lebih memilih
bercengkerama berhahahihi di jejaring sosial sebagai bukti eksistensi
diri. Ataukah itu sesungguhnya adalah pelampiasan diri?
Mungkin engkau tak percaya. Aku sangat percaya
dengan kekuatan doaku. Karena aku merasa, Tuhan tidak pernah tidak
menjawab doaku. Terkadang, Ia mengabulkan permintaanku dalam waktu yang
panjang. Mungkin Ia hendak menguji kesabaran dan kesungguhanku akan
kekuatan doa. Ya, tidak semua permintaanku dikabulkanNya, tapi Ia
selalu memberiku pemahaman dan menggantikan permintaanku dengan yang
lebih baik. Seringkali pula, sesuatu yang tak pernah kupinta tapi
terlintas dalam pikiranku, Ia dalam sekejap mewujudkannya. Seringkali
pula, doaku seolah tak digubrisNya, tetapi waktu memampukan aku untuk
memahami bahwa itulah yang ternyata terbaik untukku. Aku selalu
prasangka baik padaNya. Aku yakin, Ia mengabulkan dan memahamkan aku
bukan karena aku istimewa, melainkan karena kasih sayangNya melihat aku
menangis dalam doa. Dan itu bukan karena aku kurang ajar, seperti
katamu, seolah aku mampu mendikte Tuhan. Ah, tidak… tidak… Aku bukan
wanita suci. Aku wanita biasa yang seringkali lemah iman dan juga mampu
berbuat khilaf. Aku juga memperoleh ujian kehidupan dariNya. Aku juga
seringkali memperoleh teguran dariNya. Tapi, lagi-lagi aku selalu merasa
Tuhan mencintaiku karena Dia tak pernah tak menjawab doaku. Dia tak
pernah tak memahamkan aku. Karenanya…. Ketika sesuatu terjadi dengan
dirimu, aku selalu bertanya padaNya, apakah yang terjadi padamu ada
kaitannya dengan doa-doaku? Ketika engkau memperoleh kebahagiaan, aku
bertanya padaNya apakah ada doaku di sana yang membuatNya memberi
kebahagiaan padamu? Ketika engkau memperoleh kesedihan, aku juga
bertanya padaNya apakah ada curahan hatiku yang membuatNya menegurmu?
Aku bertanya karena aku tahu, begitu banyak namamu sering kusebut dalam
doaku. Ketika engkau melukaiku, Dia adalah pendengar setiaku…
Mungkin engkau masih tak percaya. Bahwa aku
mencintaimu melebihi apa yang engkau tahu. Tapi… Mungkin aku harus
mencoba berhenti menyebut namamu. Karena doaku akan selalu menjadi
pengikat hatiku padamu. Aku mencoba berhenti. Tapi aku belum bisa
berhenti. Karena aku yakin belum ada orang yang menyebutkan namamu
sesering aku menyebut namamu dalam setiap lantunan jiwaku yang mendekat
padaNya. Karena aku yakin belum ada orang yang mengingatmu sesering aku
mengingat bayanganmu dalam setiap lantunan lagu hatiku ketika menangis
padaNya. Karena aku yakin engkau takkan mengemis meminta pertolonganNya
untukmu seperti aku mengemis meminta pertolonganNya untukmu. Tapi…
mungkin aku harus segera berhenti menyebut namamu. Karena aku tak ingin
mengikat hatimu padaku. Aku lepaskan ikatan hati ini agar engkau dapat
memilih tambatan jiwamu… jalanmu… seperti engkau berkeras untuk
membiarkan aku tersakiti dengan caramu membiarkan aku merasa tak
dicintai…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar