Selasa, 03 September 2013

yang tidak engkau tau sebenarnya

Mungkin engkau tak percaya. Aku bukan sekedar mencintaimu, tapi aku juga memilihmu. Karena aku meyakini bahwa engkau anugerah dariNya. Tak pernah namamu tak hadir dalam hari-hariku. Namamu, selalu tersebut dalam lima waktuku. Juga dzikirku. Di mana saja kapan saja aku mengingatmu. Itulah caraku mencintaimu.
Mungkin engkau tak percaya. Dhuhaku adalah doaku pengantar harimu. Seringkali ada tangis yang menitik karena memohon padaNya untuk memudahkan urusanmu dan melapangkan rezeki untukmu hari itu. Dalam dhuhaku, juga ada doa untuk buah hatimu agar mereka dipahamkan ilmu dan terlindungi dari segala ketidakbaikan pada hari itu. Dhuha-dhuhaku adalah pengiring hari-harimu dan anak-anakmu. Aku selalu mengusahakan untuk tidak meninggalkan dhuha, salah satunya adalah agar aku tenang karena telah menitipkan engkau kepada sebaik-baiknya Penjaga. Itulah caraku mencintaimu.
Mungkin engkau tak percaya. Al-Qur’anmu adalah teman setiaku. Aku menggunakannya  dalam tilawah harianku. Aku selalu pinta padaNya, setiap kali aku menggunakan Al-Quranmu, Dia berkenan mengalirkan pahala yang tak putus untukmu yang telah membelikannya untukku. Dalam doa sebelum dan sesudah membaca Al-Qur’an, selalu aku baca dengan terbata sambil membayangkan wajahmu. Aku berharap doa itu juga tersampaikan untukmu. Itulah caraku mencintaimu.


Mungkin engkau tak percaya. Tahajudku adalah tangisku untukmu. Bermunajat tentangmu adalah pereda kegundahan hatiku. Adakah orang lain yang menangis untukmu seperti aku? Adakah orang lain yang menyebut namamu dalam doa sesering aku menyebut namamu dalam doaku? Adakah orang lain yang memintakan kebaikan untukmu sesering aku memintakan kebaikan untukmu dalam setiap doaku? Adakah orang lain yang menangisi buah hatimu seperti aku menangis karena mengkhawatirkan masa depan mereka dan meminta agar mereka menjadi generasi yang dicintaiNya? Apakah ada wanita lain yang juga menangis seperti aku menangis? Itulah caraku mencintaimu.
Mungkin engkau tak percaya. Aku mampu tak putus mengirimkan Al-Fatihah ketika engkau sedang menghadapi ujian. Bahkan ketika aku sedang terkantuk dan lelah atau memikirkan yang lain, hati dan pikirku seolah tak berhenti membaca Al-Fatihah untukmu. Aku pun terkejut dengan itu. Cinta ternyata memampukanku. Aku tak hanya meminta kemudahan dan kelancaran serta pencerahan untukmu, tapi aku juga minta yang terbaik yang diputuskan Allah untuk hasilmu. Karenanya, ketika kegagalan yang engkau peroleh dalam pandangan manusia, aku meyakininya bahwa itu adalah yang terbaik untukmu. Itulah caraku mencintaimu.
Mungkin engkau tak percaya. Bahwa aku tak selalu percaya dengan kata-katamu. Aku juga tak selalu percaya tulisan-tulisanmu. Tapi, aku percaya pada matamu. Matamu jujur. Tak bisa berdusta. Dari tatapanmulah aku bisa mengetahui kebenaran, kesungguhan, dan mungkin dalih buatanmu. Aku juga percaya mata batinku. Bahwa kamu sakit. Bahwa kamu kesepian. Bahwa hatimu rapuh. Bahwa hatimu menangis. Tapi kamu tak sudi menunjukkannya kepadaku. Kamu lebih memilih menyakitiku dan membiarkan aku merasa tak dicintai. Kamu lebih memilih bercengkerama berhahahihi di jejaring sosial sebagai bukti eksistensi diri. Ataukah itu sesungguhnya adalah pelampiasan diri?

Mungkin engkau tak percaya. Aku selalu mengkhawatirkanmu. Aku selalu ingin tahu keadaanmu. Dan itu bukan mauku. Dan itu bukan karena posesifku. Dan itu bukan karena aku tak percaya kamu. Adalah naluriku untuk memastikan bahwa orang yang aku cintai baik-baik saja. Aku tak bisa menjelaskan mengapa demikian karena aku juga tak mampu menjelaskan mengapa seorang Ibu begitu menyayangi anak-anaknya dan rela berkorban untuk kepentingan anak-anaknya. Yang aku tahu, itulah cinta. Dan itulah caraku mencintaimu.
Mungkin engkau tak percaya. Aku sangat percaya dengan kekuatan doaku. Karena aku merasa, Tuhan tidak pernah tidak menjawab doaku. Terkadang, Ia mengabulkan permintaanku dalam waktu yang panjang. Mungkin Ia hendak menguji kesabaran dan kesungguhanku akan kekuatan doa. Ya,  tidak semua permintaanku dikabulkanNya, tapi Ia selalu memberiku pemahaman dan menggantikan permintaanku dengan yang lebih baik. Seringkali pula, sesuatu yang tak pernah kupinta tapi terlintas dalam pikiranku, Ia dalam sekejap mewujudkannya. Seringkali pula, doaku seolah tak digubrisNya, tetapi waktu memampukan aku untuk memahami bahwa itulah yang ternyata terbaik untukku. Aku selalu prasangka baik padaNya. Aku yakin, Ia mengabulkan dan memahamkan aku bukan karena aku istimewa, melainkan karena kasih sayangNya melihat aku menangis dalam doa. Dan itu bukan karena aku kurang ajar, seperti katamu, seolah aku mampu mendikte Tuhan. Ah, tidak… tidak… Aku bukan wanita suci. Aku wanita biasa yang seringkali lemah iman dan juga mampu berbuat khilaf. Aku juga memperoleh ujian kehidupan dariNya. Aku juga seringkali memperoleh teguran dariNya. Tapi, lagi-lagi aku selalu merasa Tuhan mencintaiku karena Dia tak pernah tak menjawab doaku. Dia tak pernah tak memahamkan aku. Karenanya…. Ketika sesuatu terjadi dengan dirimu, aku selalu bertanya padaNya, apakah yang terjadi padamu ada kaitannya dengan doa-doaku? Ketika engkau memperoleh kebahagiaan, aku bertanya padaNya apakah ada doaku di sana yang membuatNya memberi kebahagiaan padamu? Ketika engkau memperoleh kesedihan, aku juga bertanya padaNya apakah ada curahan hatiku yang membuatNya menegurmu? Aku bertanya karena aku tahu, begitu banyak namamu sering kusebut dalam doaku. Ketika engkau melukaiku, Dia adalah pendengar setiaku…


Mungkin engkau tak percaya. Hingga hari ini, aku masih setia mengirimkan doa untukmu. Juga untuk anak-anakmu. Aku mencintai mereka karena aku mencintaimu. Aku tidak tahu sampai kapan namamu akan kusebut dalam hari-hariku. Pada waktu tertentu, aku merasa harus berhenti menyebut namamu. Aku perih mengetahui tentang cintamu pada wanita lain. Aku pedih mengetahui engkau ternyata juga mencintai yang lain. Aku sakit membaca puisimu seolah aku tak berharga dan tak memberi makna apa-apa untukmu. Aku terluka karena aku yakin wanita itu tak menangis dalam sujudnya seperti sesering aku menangis dalam sujudku untuk memintakan kebaikan dan pertolonganNya untukmu. Tapi aku ternyata kalah berharga. Aku tak ingin cemburu. Tapi aku harus mengakui bahwa aku terluka…
Mungkin engkau masih tak percaya. Bahwa aku mencintaimu melebihi apa yang engkau tahu. Tapi… Mungkin aku harus mencoba berhenti menyebut namamu. Karena doaku akan selalu menjadi pengikat hatiku padamu. Aku mencoba berhenti. Tapi aku belum bisa berhenti. Karena aku yakin belum ada orang yang menyebutkan namamu sesering aku menyebut namamu dalam setiap lantunan jiwaku yang mendekat padaNya. Karena aku yakin belum ada orang yang mengingatmu sesering aku mengingat bayanganmu dalam setiap lantunan lagu hatiku ketika menangis padaNya. Karena aku yakin engkau takkan mengemis meminta pertolonganNya untukmu seperti aku mengemis meminta pertolonganNya untukmu. Tapi… mungkin aku harus segera berhenti menyebut namamu. Karena aku tak ingin mengikat hatimu padaku. Aku lepaskan ikatan hati ini agar engkau dapat memilih tambatan jiwamu… jalanmu… seperti engkau berkeras untuk membiarkan aku tersakiti dengan caramu membiarkan aku merasa tak dicintai…

Kita sudah di persimpangan jalan. Kita berpisah di sini. Jalan kita berbeda. Tuhan mungkin ingin menguji keyakinanku tentang kekuatan doa. Tak apa. Aku yakin, waktu akan memampukan aku untuk memahami cinta yang tak kumengerti ini. Aku yakin, cinta yang kucari akan menuntunku pada cinta sejatiku. Tanpa rinai air mata. Aku hanya ingin engkau tahu dan kelak mengenangku sebagai wanita yang mencintaimu dengan cara berbeda. Dan itulah caraku mencintaimu…
*Rinai air mata untuk sahabat jiwa. Semoga engkau menemukan apa yang engkau cari. Insya Allah, Allah akan menjagamu